PENYELIDIKAN LAPANGAN PADA LOKASI LONGSOR TANGGAL 29 APRIL 2019 DI DESA KARANGLAYUNG, KECAMATAN KARANGJAYA, KABUPATEN TASIKMALAYA


Irev jundulloh1, Hendra Supriatna2

1 Konsultan Sanggabuana Geosains
2 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tasikmalaya


Intisari

Longsoran yang terjadi didesa Karanglayung, Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya, pada hari senin, 29 April 2019 pukul 03.00 WIB, telah mendorong dilakukannya penyelidikan lapangan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab longsoran ditinjau dari topografi, tanah dan batuan penyusun, tingkat curah hujan, dan vegetasi/hutan.

Bidang gelincir berupa tuf andesitik dengan material longsoran berupa tanah, penyebab longsoran adalah air hujan yang masuk dalam pori-pori tanah, sehingga menghasilkan massa tanah yang meningkat, salah satunya diduga efek perilaku mineral lempung yang mengembang ketika basah dan menyebabkan gaya gesek antara tanah dan bidang gelincir semakin kecil, disamping itu, pergerakan tanah setebal 2-5 meter yang menempati lereng terjal tidak mampu ditahan oleh akar pohon palawija, dikarenakan akar pohon tidak dapat menembus bidang gelincir.

Hasil penyelidikan lapangan menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu: (1) Pemakaian lahan untuk perkebunan harus mempertimbangkan ketebalan tanah dan kemiringan lereng, Tanah tebal >1 meter, direkomendasaikan untuk ditanami pohon dengan batang keras, sedangkan tanah tebal<1 meter, dapat ditanami oleh tanaman palawija. (2) Desa Karanglayung memiliki potensi longsor yang tinggi, sehingga diperlukan pemetaan potensi longsor secara detail khususnya pada lahan kritis


Kata Kunci: Tasikmalaya, Longsor, Karangjaya, bencana alam


1.      Pendahuluan
Longsoran merupakan pergerakan tanah ke arah bawah atau keluar lereng secara cepat yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi, pergerakan tersebut dapat berupa jatuhan, luncuran, dan aliran, atau merupakan kombinasi (Griffiths, 2005 & Varnes, 1978). Beberapa faktor yang mempengaruhi tanah longsor, adalah: 1) topografi, 2) tanah dan batuan penyusun, 3) tingkat curah hujan, 4) vegetasi/hutan, dan 5) gempa bumi (Mardiatno etal., 2001). Point 1-4 merupakan faktor utama longsor yang terjadi di Indonesia, utamanya ketika musim hujan. Dengan demikian, bencana longsor akan terjadi jika terpenuhi tiga keadaan, yaitu: 1) lereng cukup curam, 2) terdapat bidang gelincir (batuan) di bawah permukaan tanah yang kedap air, dan 3) terdapat cukup air (hujan) yang masuk ke dalam pori-pori tanah di atas lapisan batuan kedap air sehingga tekanan tanah terhadap lereng meningkat (Brook et al., 1991).

Jawa Barat bagian selatan memiliki morfologi perbukitan bergelombang yang dominan disusun oleh material gunungapi berumur muda (< 2 juta tahun yang lalu) dengan karakteristik lepasan dan mudah terubah menjadi tanah.

Tasikmalaya ditutupi oleh material gunungapi muda pada bagian utara, dan semakin ke arah selatan disusun oleh gunugapi berumur tua (12-23 juta tahun yang lalu) serta batuan sedimen berupa klastik dan batugamping.

Hari Senin, tanggal 29 April 2019, pukul 03.00 WIB, telah terjadi longsoran di Desa Karanglayung, Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Kegiatan penyelidikan lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui penyebab terjadinya longsoran.

2.      Metode Penelitian
Metode yang digunakan berupa pengambilan data lapangan yang kemudian dikompilasi dengan hasil interpretasi penginderaan jauh, peta geologi, peta topografi dan Peta Rencana Tata ruang wilayah Kabupaten Tasikmalaya tahun 2011-2031. Pemerolehan data lainnya dilakukan melalui wawancara dengan  masyarakat sekitar.

3.      Hasil Penyelidikan Lapangan
Data lapangan meliputi topografi, tanah dan batuan penyusun, serta vegetasi/hutan, sedangkan data curah hujan diambil dari data sekunder BMKG (2019), data tersebut akan disintesakan untuk mengetahui penyebab terjadinya longsor, berikut adalah hasil uraian:

a.      Topografi
Berdasarkan pengamatan langsung dan pengamatan pada peta topografi, lokasi longsoran terletak pada satuan geomorfologi perbukitan vulkanik, dengan relief bergelombang (Gambar 1) yang disusun oleh material gunungapi, letak longsoran memiliki koordinat -7.429190 LU dan 108.376202 LS (Gambar 2) tepatnya di lereng tebing bagian selatan pada bukit yang memanjang sepanjang 2,4 km yang berarah barat-timur, kemiringan lereng diperkirakan ±75°, dengan titik mahkota longsor memiliki ketinggian elevasi 450 Mdpl.

b.      Batuan
Secara umum, batuan di desa Karanglayung disusun oleh breksi volkanik dan tuf andesitik yang termasuk dalam Formasi Jampang (Budhistrisna, 1986) berumur Miosen.

Kenampakan breksi volkanik (Gambar 3) berwarna kecoklatan, gelap, segar, pemilahan buruk, disusun oleh fragmen batuan berupa andesit, berukuran bongkah-kerikil, fragmen batuan tersebut tertanam didalam material volkanik berukuran pasir kasar. Sedangkan, tuf andesitik (Gambar 4) memiliki warna krem agak-kekuningan, terang, pemilahan buruk, dominan disusun oleh mineral hornblenda serta dijumpai fragmen andesit, fragmen memiliki ukuran 1-10 cm dengan dominan berukuran 5 cm, batuan ini telah mengalami ubahan intensif yang ditunjukkan oleh kehadiran mineral limonit (kuning), hematit (merah) dan mineral lempung (warna krem dan putih).

c.       Tanah
Tanah yang terbentuk di Indonesia mempunyai sifat ekspansif yang sangat rentan menjadi pemicu gerakan tanah, hal ini disebabkan oleh kehadiran mineral lempung yang dapat dihasilkan oleh proses pelapukan, diagenesis dan ubahan hidrotermal, sehingga menyebabkan
terdapatnya variasi baik secara vertikal
maupun lateral (Priyono, 2012). Kehadiran mineral lempung (Gambar 5) mempunyai sifat ekspansif, sifat tersebut dapat diamati dilapangan, yaitu adanya rekahan-rekahan pada tanah ketika kering (mengkerut) dan licin serta plastis pada saat basah (mengembang) (Yulianti, dkk., 2012).

Berdasarkan warna, tanah disekitar Desa Karanglayung dibagi menjadi 2, yaitu: warna berwarna merah (kaya unsur besi) dan warna coklat gelap (humus) yang dihasilkan dari dekomposisi tumbuhan dan hewan, ketebalan tanah bervariasi (Gambar 6)  mulai 50 cm-5 meter. Material tanah yang mengalami longsoran adalah tanah berwarna coklat gelap.

d.      Curah hujan
Curah hujan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan tingkat kejenuhan air pada tanah meningkat, sehingga gaya gesek tanah terhadap bidang gelincir semakin kecil. Berdasarkan informasi data dari BMKG (2019) curah hujan akhir bulan april dibagian tengah Jawa Barat khususnya Tasikmalaya memiliki Curah hujan sangat tinggi > 500 mm/bulan.

e.       Vegetasi/Hutan
Sebagian besar tanaman yang dijumpai di Desa Karanglayung berupa pohon karet dan pohon albasia, disamping itu dijumpai juga tumbuhan palawija berupa kapulaga, cengkeh, pisang dan pohon salak. Penyebaran tanaman tidak memiliki pola, hal ini didasarkan pada penyebaran pohon palawija yang ditemukan di sembarang tempat, beberapa tempat pada areal lahan yang ditanami pohon karet, dijumpai bentukan lahan terasering.

f.       Penyebab Longsoran
Longsoran terjadi pada tebing setinggi 75 meter, dengan kemiringan lereng terjal ±75°, lebar gawir longsoran memiliki lebar maksimum 42 meter, dengan ketebalan tanah pada gawir longsoran 2-5 meter dengan kondisi tanah jenuh air. Bagian bawah tanah dijumpai tuf andesitik yang bertindak sebagai bidang gelincir, mineral lempung juga hadir bercampur dengan material tanah yang telah mengalami longsoran.

Berdasarkan bentuk dari bidang gelincir, maka longsoran di desa Karanglayung termasuk jenis pergerakan tanah rotasi (rotational landslide). Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Hasil wawancara dengan warga sekitar, diperoleh informasi bahwasannya sebelum mengalami longsoran areal lahan tersebut ditanami dominan oleh pohon cengkeh yang baru ditanam 6 bulan lalu, serta pohon salak, pohon pisang dan sedikit pohon albasia. Tidak hanya itu, areal longsor juga terlebih dahulu diguyur hujan dengan intensitas tinggi selama 3 jam.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyebab longsor adalah air hujan yang masuk dalam pori-pori tanah, sehingga menghasilkan massa tanah yang meningkat, salah satunya diduga efek perilaku mineral lempung yang mengembang ketika basah dan menyebabkan gaya gesek antara tanah dan bidang gelincir semakin kecil, disamping itu, pergerakan tanah setebal 2-5 meter yang menempati lereng terjal tidak mampu ditahan oleh akar pohon palawija, dikarenakan akar pohon tidak dapat menembus bidang gelincir.

4.      Kesimpulan
Kesimpulan hasil penyelidikan lapangan adalah:
1.      Batuan yang bertindak sebagai bidang gelincir telah mengalami ubahan yang intensif menjadi mineral lempung sehingga batuan keras berubah menjadi lunak.
2.      Intensitas hujan yang tinggi memicu mineral lempung untuk berkembang, secara tidak langsung melemahkan gaya gesek antara tanah dan bidang gelincir.

5.      Rekomendasi
Hasil penyelidikan lapangan menghasilkan beberapa rekomendasi, yaitu:
1.        Pemakaian lahan untuk perkebunan harus mempertimbangkan ketebalan tanah dan kemiringan lereng, Tanah tebal >1 meter, direkomendasaikan untuk ditanami pohon dengan batang keras, sedangkan tanah tebal<1 meter, dapat ditanami oleh tanaman palawija.
2.        Desa Karanglayung memiliki potensi longsor yang tinggi, sehingga diperlukan pemetaan potensi longsor secara detail khususnya pada lahan kritis

6.      DAFTAR PUSTAKA
Brook, K.N., Folliott, P. F., Gregersen, H.M., &Thames, J.K.(1991). Hydrology and the management of watersheds. Ames, USA: Iowa State University Press.
Budhitrisna, T. 1986. Peta Geologi Lembar Tasikmalaya, JawaBarat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi: Bandung
Griffiths, J.S. 2005. Landslides. In: Geomorphology for Engineers, Fookes, P.G., Lee, M.E. and Milligan, G. (Eds.), Whittles Publishing, Dunbeath, Caithness, 173–217
Mardiatno, D., Woro,S., Sulaswono,B., Budiani,S.R., & Marfa’I, M.A. (2001). Penelitian daerah rawan longsor dan sistem penanggu-langannya di Kabupaten Gunung Kidul. Prosiding Hasil-hasil Pene-litian Fakultas Geografi, UGM (pp.36-42)
Priyono, K.D. 2012. Kajian Mineral Lempung Pada Kejadian Bencana Longsorlahan Di Pegunungan Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Geografi, Vol. 26, No. 1, 54 Juli 2012: 53 – 64.
Sitorus, SRP. (2012). Quality, Land Degradation and Rehabilitation. Bogor (ID): Graduate School of Bogor Agricultural University.
Varnes, D.J. 1978. Slope movement, types and processes. In: Landslides, Analysis and Control, Schuster, R.L. and Krizek, R.J. (Eds.), National Academy of Science, Report 176, Washington, DC, 11–35
Yulianti, A., D. Sarah dan E. Soebowo. 2012. Pengaruh Lempung Ekspansif Terhadap Potensi Amblesan Tanah Di Daerah Semarang. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 22 No. 2 (2012): 93-104.


Foto-Foto Lapangan:







 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis Batuan Tertua di Pulau Jawa

Tegangan Geser Tanah